Pariwisata, Ladang Industrialisasi Saat Ini
ILUSTRASI
Oleh: Muthia Karima
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unsoed
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unsoed
INDONESIA adalah negara yang sangat kaya dengan potensi kebudayaan
dan pariwisata. Dengan pesona alam yang begitu menakjubkan, pemerintah
mulai memperhatikan pariwisata di berbagai daerah untuk meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun lokal. Selain
pariwisata, kekayaan ekosistem Indonesia pun banyak dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian dan pendidikan. Seperti Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru yang berada di Jawa Timur, Pantai Parangtritis yang berada di
Yogyakarta, Pantai Pangandaran yang berada di Jawa Barat, dari beragam
daerah lainnya.
Hal ini tentunya berdampak pada meningkatnya jumlah wisawatan asing.
Lihat saja di bulan Februari tahun ini, terdapat peningkatan jumlah
wisatawan asing sebesar 14,5 persen ketimbang bulan yang sama di tahun
lalu. Secara keseluruhan, kunjungan wisatawan asing pada bulan
Januari-Februari tahun ini sebanyak 1.292.743 orang. Sedangkan pada
Januari-Februari 2012 mencapai sebanyak 1.245.194 orang.
Ketertinggalan Indonesia dalam bidang perekonomian juga mendorong
pemerintah menggalakkan industri pariwisata untuk mempercepat proses
akseleresi pembangunan. Pemerintah menjadikan pariwisata sebagai sektor
andalan sekaligus objek dari proses industrialisasi untuk menggalakkan
pembangunan ekonomi. Hal ini pun berlaku baik dalam tingkat nasional
maupun lokal. Setiap daerah berusaha mengangkat potensi dan meningkatkan
kualitas wisatanya masing–masing. Didukung pula dengan promo melalui
teknologi di era modern sekarang ini, sehingga bisa lebih mudah dan
cepat.
Harus diakui, pariwisata cukup berhasil mengangkat ekonomi warga.
Namun kini pariwisata juga seakan menjadi virus industrialisasi yang
semakin gencar menyerang hingga memiliki dampak negatif. Dalam hal
pembangunan misalnya. Pembangunan yang sejatinya memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat justru sebaliknya, seringkali menjadi
pihak yang dirugikan sekaligus menjadi korban. Proses peminggiran
sekelompok masyarakat atau komunitas pun seringkali terjadi.
Proses peminggiran masyarakat pada sektor pariwisata terjadi diawali
dari pembebasan lahan. Seperti yang dikemukakan oleh George Young
seorang peneliti industri pariwisata, dampak negatif yang ditimbulkan
pariwisata adalah terjadinya perubahan tata guna lahan, di mana tanah
yang awalnya digunakan sebagai lahan pertanian, dijadikan hotel. Lebih
parah lagi, kebutuhan tanah untuk pembangunan sarana dan
fasilitas-fasilitas kepariwisataan seringkali mengakibatkan terjadinya
pergusuruan penduduk secara paksa dan tidak adil.
Belum lagi masalah lingkungan, akan banyak sekali kerusakan–kerusakan
lingkungan yang akan terjadi baik dalam proses industrialisasi
pariwisata, maupun ketika industri pariwisata tersebut sudah rampung
berjalan. Sampah pun menjadi isu utama. Kita tentu masih ingat film 5
cm, dan bagaimana dampak yang ditimbulkannya. Meski bukan satu–satunya
penyebab, akan tetapi pascakeluar dan booming-nya film ini, jumlah
pendaki yang berkunjung ke Semeru meningkat pesat. Begitupun dengan
sampah yang dihasilkan, ikut meningkat tajam pula. Ada pula Perayaan
Waisak yang belum lama ini digelar, ribuan wisatawan menyerbu Candi
Borobudur dan hanya meninggalkan banyak sampah ketika acara selesai.
Selain itu, sisi sosial dan kebudayaan pun akan ikut berubah pula
seiring dengan industrialisasi pariwisata. Faktor banyaknya wisatawan
yang berkunjung terkadang terpaksa merubah pola dan norma masyarakat
sekitar. Sementara wisata dengan kearifan lokal terkadang menjadi
polemik tersendiri. Apakah wisata untuk pelestarian budaya lokal ataukah
komersialisasi budaya lokal. Hal ini pun akan bermasalah pada
pelestarian dan regenerasi dari budaya atau kearifan lokal. Karena yang
dipahami belajar dan mempraktikkan kearifan lokal sebagai cara untuk
meraup keuntungan, bukan sebagai media pelestarian.
Di balik itu semua, hal yang paling utama adalah bagaimana
meningkatkan kesejahteraan penduduk, karena acap kali wisata yang sudah
dikelola oleh pemerintah terkadang melupakan masyarakat sebagai komponen
utamanya. Terutama permasalahan pengelolaan dan pendistribusian dari
hasil yang diperoleh dari wisata yang ada. Entah ke mana larinya. Hanya
sedikit atau bahkan tidak ada yang menyentuh penduduk. Paradigma yang
terbangun kemudian pun seolah semakin menepikan penduduk. Bahwa penduduk
sekitar wisata cukuplah menjadi penyedia barang dan jasa bagi wisatawan
untuk meningkatkan ekonomi mereka. Ironis tentunya.
Pembangunan wisata memang penting, akan tetapi yang utama dari tujuan
pembangunan tersebut adalah peningkatkan kesejahteraan rakyat, menuju
masyarakat yang lebih berdaya. Baik dari segi ekonomi, sosial, maupun
budaya. Maka, jika sebuah wisata telah melupakan esensi utamanya, hal
yang terjadi adalah sebuah komersialisasi bukan pemberdayaan. (*)
Bagaimana dengan Muara Nauli, Tapanuli Utara Yang Notabene , memiliki Potensial Pariwisata yang hebat, namun terbaikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar